Rabu, Februari 13, 2008

Lawatan Sejarah


Lawatan Sejarah

Berdasarkan penuturan D. Zawawi Imron, pada tahun 1740 M Dungkek menjadi tujuan pertama kali emigran China. Hal itu dikuatkan dengan adanya umah-rumah tua China, pekuburan China bahkan turunan China-pun masih ada, yang notabene mereka sudah secara turun-menurun di Madura Akulturasi budaya melalui pernikahan silangpun telah biasa, bahkan nenek buyut D. Zawawi Imron keturunan China. Cucunda D. Zawawi Imron mata dan wajahnya mirip China. Sungguh ukhuwah basyariyah telah menyatu di nadi orang Sumenep Madura.

Lawatan sejarah kami berlanjut ke desa Lapa Taman. Desa ini merupakan peninggalan kota tua yang telah hilang ditelan masa. Menurut D. Zawawi Imron, kota tersebut dibangun sejak kedatangan Joko Tole ke Madura tahun 1511 M. Kini hanya menyisakan kuburan-kuburan tua. Bila kita mau menyadari, maka sebuah desa, kota, bahkan negara ada, tumbuh dan berkembang lalu tiada. Kerajaan-kerajaan besar yang pernah ada di nusantara, seperti Sriwijaya, Majapahit hanya tinggal menyisakan nama beserta peninggalan sejarahnya. Semua adalah hal yang biasa, lumrah. Seperti halnya kita sebagai manusia : tiada, diadakan lalu ditiadakan. Porong Sidoarjo sebentar lagi menjadi Delta sebab sumur Lapindo. Di awal peristiwa lumpu Lapindo ku-SMS D. Zawawi Imron tentang fenomena alam yang begitu hebat. Semua itu kata Si Clurit Emas adalah tanda kebesaran Allah, sebab ribuan Doktor dan Profesor tak mampu berbuat banyak. Oleh itu kita harus kembali kepada-Nya. Bila kita senantiasa tetap menyombongkan diri dan tak mau tunduk kepada ketentuan Allah, maka tak menutup kemungkinan desa, kota dan bahkan negara tercinta kita tinggal menyisakan nama sebab kuasa Allah telah menyapa. Lalu kita mampu berbuat apa ?

Lawatan sejarah amat ditekankan dalam Islam, agar kita sadar untuk menata diri. Fasiiruu fil ardli, fan dzuruu kaifa kaana `aqibatul mukadzdzibiin. Nglencer, darma wisata, traveling it`s important. Tapi jangan hanya berniat meraih kesenangan rohaniah- profan semata, namun raihlah kesempurnaan rohaniah-spiritual. Contoh Nabi Uzair, ia mampu memiliki kesadaran diri dan spiritual luara biasa pasca melihat kuasa Ilahi atas dua buah desa atau negara yang dihancur leburkan oleh Allah karena kedurhakaannya. Oleh itu janganlah mata bashar kita tertutup padahal mata basyar kita mampu melihat keindahan dan sekaligus menyaksikan ayat-ayat-Nya. Dan, di Lapa Taman seharusnya kita merasa aman dalam keimanan serta jangan merasa aman dalam kehianaan.

Lawatan kami berlanjut ke sebuah masjid tua di Batang-Batang. Berdasarkan penuturan D. Zawawi Imron, semenjak kedatangan Sultan Agung dari Mataram tahun 1625 M dibangunlah masjid oleh Kyai Tengah. Kyai Tengah mendapatkan permaisuri Nyai Cedir. Dari pernikahan tersebut lahirlah Nyai Izzah dan Kyai Djamaluddin. Nyai Izzah dinikah oleh Bendara Sumenep. Namun masjid bersejarah itu tinggal menyisakan pohon tanjung di depannya, sebab semua telah lapuk dimakan usia serta kepedulian kita dan aparat yang berwenangpun tiada, yang tersisa hanya vebtilasi udara, hiasan mihrob dan mimbar yang telah lapuk pula. Penyelamatan itupun atas inisiatif D. Zawawi Imron dan direnovasilah masjid pada tahun 2004. Sementara taman nan indah di sebelah Utara dan Selatan masjid tinggal menyisakan cerita. Konon taman itu sempat digunakan sebagai tempat memandikan ternak ~guyangan. Al hamdulillah, masjid itu kini berfungsi dengan baik minus lenyapnya situs sejarah nan kematus karena tak terurus. Harapannya semoga kita peduli dan dapat menemukan jati diri abdi dalam mengabdi pada Gusti dalam setiap perajalan hidup kita, semoga ! (Jan-07)

Sebuah Perjalanan

Sebuah Perjalanan

Cukup bangga berkenalan dan bercengkrama dengan orang yang terkenal. Apalagi bersahabat dengan seorang Nabi ~di era kini dapat melihat melalui mimpi~, dan lebih-lebih dapat melihat Gusti. Sungguh sebuah nikmat yang tiada terperi ! Aku sangat merindukan my dremy di tengah kernaifan pribadi dan sosial sebagai pengobat hati. Mungkin sama dengan kita semua ?

Menjelang lawatan ke ujung paling Timur Madura ~ Pantai Dungkek~, kami berbicara tentang esensi sebuah nama dengan Ust. Zawawi. Sebuah lawatan identitas diri manusia. Tak harus nama yang harus selalu berbau Arab, tetapi yang penting adalah sebuah nama yang mampu membawa esensi haqiqi sebagai hamba Gusti. Banyak nama yang berbau bahasa Jawa, namun mampu menorehkan sejarah emas dalam hidupnya karena ia tunduk pada Tuhannya. Nama-nama tersebut antara lain : Prawoto, Kasman Singodimedjo. Ust. Zawawi juga mencontohkan nama seorang muslim Afrika, Isa …..yang iapun cukup bangga dengan namanya. Tentu kita sama.

Apa arti sebuah nama ? Tapi yang penting adalah nama yang mampu menghantarkan kita ingat dan kembali pada-Nya. Rasanya akupun ingin merubah namuku kembali menjadi nama kecilku Mardiono atau menjadi Agus Selamet, karena guru kami sekarang bernama Kyai Soekamto. Nama ? Tapi penting juga sebagai identitas diri kita. Soekarno bisa menjadi Presiden RI pertama, Syafuddin Prawiranegara bisa menjadi Presiden PDRI, Soeharto pun telah mengukir namanya. Pasca reformasi Habibie juga bisa menganti bosnya. Gus Dur juga dapat menukir namanya dikursi RI 1 hasil pemilu 1999 walau akhirnya “mundur”, Megawati toh akhirnya dapat juga mengukir namanya tidak hanya di mega, namun di langit cakrawala politik Indosnesia, bahkan Susilo Bambang Yudhoyono tanpa basik partai politik besarpun dapat meraih kursi RI 1 di pemilu 2004. Bahkan dalam pantun Ust. Zawawi ~yang kini disebut sebagai salah satu Budayawan Masuk Sekolah~ cukup unik untuk kita renungkan. “Beli rujak ke kota Solo, tertabrak bus jatuh terlentang. Untungnya punya Presiden Susilo, Presiden Bush pun bisa datang”.

Pulau Madua dengan kondisi tanah yang tak begitu ramah ~seperti pulau Jawa dan Sumatra~ namun budayanya patut untuk kita contoh; yaitu budaya tunduk pada Gusti Allah ~terlepas dari gurauan Islam bersendi dasar dua : Syahadat dan Haji. Rumah orang Madura asli berbentuk Joglo ~Jogya-Solo, di samping rumah ada musholla dan makam keluarga. Sungguh elok nian bila disetiap relung insan muslim Indonesia ada bilik musholla untuk tempat dzikir dan mengingat Tuhannya, serta ada makamnya yang mampu mengingatkan bahwa kita pasti akan mati. Sehingga segala pofesi yang kita miliki dapat mengikat kita dalam taat. Sebagai rakyat kita berkhikmat walau memeras keringat, sebagai pejabat tak rela menyikat uang rakyat. Betapa nikmat hidup penuh kesadaran pada Gusti Allah dan kesadaran mati, sehingga masing-masing kita akan berbakti dan hidup kita bersama berkaloborasi dalam abdi, abdi yang mampu menyelamatkan bahtera hidup bermasyarakat tidak dengan saling menjilat dan menyikat uang rakyat.

Setiba di pantai Dungkek ~± 9 km arah timur rumah Ust. Zawawi, serasa kami dalam lawatan alam kuasa ilahi. Kami menyadari nikmat keindahan alam bukanlah cipta da karsa manusia. Karya manusia hanya memoles dan memenejnya; sebagai contoh : Jatim Park Batu Malang atawa Wisata Bahari Lamongan. Di sana manusia tingal mengukir potensi alam yang ada; tidak menciptakannya. Menurut Ust. Zawawi, “Keindahan pantai Dungkek tinggal sisa reklamasi pantai untuk tempat tinggal dan dermaga”. Namun masih tampak keindahan nan menawan. Sun Set-nya begitu indah, terlebih dari Masjid di Desa Bujaan Lapa Laok di pantai itu. Di pantai Dungkek nan indah di tengah kebijakan nan jelek masih dapat memberikan kesadaran bahwa kita adalah pendek (rendah) dihadapan Allah pengukir Dungkek. Semoga Kita Sadar (Jan-07)

Renungan Perjalanan

Renungan Perjalanan

Jum`at, 29 Desember 2006, jam 02.50 WIB. perjalanan kami terhenti sejenak di Pamekasan untuk istirahat sekedar menghilangkan kepenatan, melepas ketegangan dan mengendorkan otot yang kejang. Istirahat sebagai sebuah selingan hidup tentu biasa kita lakukan. Istirahat adalah berhenti sejenak dari rutinitas dapat berfungsi sebagai pemulihan energi yang telah digunakan dan terbuang. Istirahat berfungsi untuk fal tandhur nafsun maa qoddama li ghoddin, bukan terhenti dari beraktifitas baik kemudian menghiasi dengan aktifitas buruk. Bagi sebagaian orang ada yang beranggapan demikian, tetapi tidak bagi orang yang percaya akan kuasa Allah Tuhannya.

Selepas kanthuk telah manthuk (pergi), penat minggat dan payah musnah kami melanjutkana perjalanan. Demikian pula dalam setiap lini kehidupan, tentu selepas istirahat kita harus giat beraktifitas. Saat subuh, kami tiba di Sumenep dan tarhim membahana di Masjid Agung Sumenep. Dalam perjalanan ke Batang-Batang yang jaraknya ± 22 km arah Utara Sumenep aku terkesima dan bahagia, sebab deretan orang berjajar pergi ka masjid-masjid, ke surau-surau untuk menunaikan sholat Subuh. Dinginnya cuaca yang semalaman diguyur hujan lebat ternyata tak mendinginkan hati untuk berkhitmat dan berbakti pada Gusti. “Sungguh hebat, trentan Madunten !”

Setiba di “Istana” Ust. Zawawi, kamipun segera tunaikan shalat untuk menghilangkan debu sumpah serapah, membasuh wajah tak ramah, mencuci hati penuh benci, menata langkah yang tak terarah agar jiwa tak terjarah oleh nafsu amarah. Semoga sholat kita beratsar pada pondasi dasar kehidupan basyar dan bashar, sehingga nilai sholat kita dapat menata mata basyar dan mata bashar. Dengan demikian sholat kita bisa berperan positif dalam hidup pribadi dan sosial, karena sholat dapat mengingat Allah (QS. Thoha 20 ayat 14). Tentu dengan mengingat Allah dapat menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang tercela (QS. Al Ankabut 29 ayat 45). Sambutan Ust Zawawi ~seorang budayawan dan tokoh nasional~ sangat hangat. Tak sekedar kopi hangat, namun suasanapun akrab. Karena akrabnya kamipun tahu bagaiman acara Si Clurit Emas menorehkan inspirasinya melalui penanya. Ia seorang insan yang dimunculkan Ilahi dari dusun sunyi, jauh dari pusat keramaian, tak pernah mengenyam SMP, SMA ataupun PT, tapi raupan ilahi ~sibghah Ilahi~ telah mencetak seorang tamatan SD dan hanya sempat nyantri 18 bulan dapat berkiprah di dunia dakwah dan budaya di tingkat nasional.

Perjalanan tersebut dapat kita jadikan renungan suci. Pada seorang manusia biasa Allah dapat berbuat sedemikian hebat untuk memproteksinya apalagi pada seorang Nabi. Sehingga tak mustahil seorang yang ummi jika dipilih-Nya menjadi seorang Nabi karena akhlaknya yang mulia, ia bisa mencerahkan dunia. Sebab janji Allah “Sanuqri-uka falaa tansaa, illa masyaa Allah”. Pantaslah kita selalu merenungkan setiap perjalanan yang kita lalui guna memperkokoh keberagamaan kita. Kamipun yakin, setiap kita punya pengalaman religius yang seharusnya kita renungkan tuk menata kehidupan kita, amin. Mudah-mudahan Kita Bisa ! (Jan-07)